Feeds:
Pos
Komentar

Archive for April, 2016

 

SAM_3590.JPG

 

 

Hai, perkenalakan namaku Assa Dullah Rouf, biasa disapa Assa atau di kuliah teman-teman asing sering menyapa dengan Asad yang berarti singa. Aku seorang putra asli Minangkabau yang kini sedang merantau ke negeri seribu menara guna meneruskan pendidikannya di jurusan Tafsir dan Ilmu Tafsir, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo. Perjalanan ini dimulai 10 Oktober 2012, kali pertama aku menginjakkan kaki di negeri yang terkenal dengan Piramid dan Spinx ini.
Sebelum beranjak jauh, teman-teman pasti ingin tahu bagaimana kisahku bisa sampai ke Negeri yang terkenal di Indonesia lewat tulisan kang Abik lewat novel Ayat-ayat Cintanya. Tak ayal, salah satu penyemangatku juga karena menonton filem AAC tersebut, tidak tanggung-tanggung aku pun membeli buku novel tersebut walau sudah kelar menontonnya. Untuk beberapa lama aku tersihir oleh negara yang terkenal dengan pesona kecantikan sang ratu Cleopatra.
Di setiap senti dinding kamarku di pondok dipenuhi oleh coretan-coretan. Salah satunya berisi coretan dan gambar-gambar Universitas Al-Azhar, Kairo. Walau bisa disebut pemalas di waktu ‘aliyah, tetapi aku selalu mengusahakan hadir mata pembelajaran ilmu alat (nahu dan shorof) dan Tafsir, karena tiga mata pembelajaran ini yang sangat kuminati dan kucintai, inilah akhirnya yang membuatku sampai ke negeri impian, kiblatnya keilmuan, Al-Azhar Asy-Syariif.
Sungguh tak mudah, aku menjalani serangkaian tes. Tes pertama oleh departemen agama dan tes kedua oleh delegasi utusan Al-Azhar Kairo. Tes pertama dapat diikuti di daerah-daerah yang sudah ditunjuk oleh Depag (Departemen Agama), dan setelah lulus tes pertama dilanjutkan dengan tes kedua langsung di ibukota Jakarta.
Dengan modal pas-pasan (keilmuan) dan berusaha semaksimal mungkin, akhirnya Alhamdulillah berkat rahmat Allah Ta’ala, dari seribuan calon peserta se-Indonesia yang tes aku dinyatakan lulus tahap pertama , dan waktu itu aku tes di kota Jambi. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Jakarta, bermodal menginap di tempat tante temanku satu sekolah yang juga ikut tes, kami berdua yang mengikuti ujian dari pagi hingga mangrib menjelang akhirnya bisa keluar dengan hati lapang, karena tes tahap terakhir telah kami jalani dalam keadaan sehat. Setelah lebih dua minggu berlalu, akhirnya pengumuman kelulusan tahap duapun keluar dan namaku terpampang jelas di halaman akhir, ya itu namaku, sujud syukur tunduk aku pada-Mu ya Allah.
Persiapanpun dimulai, setelah mencari dana bantuan sana-sini saatnyalah untuk meninggalkan ranah Minang tercinta. Dengan lepasan tangis ibu ketika melepas anak sulung pertamanya untuk pergi merantau ke negeri yang hanya dikenalnya melalui cerita mulut ke mulut. Sedih, pasti, setiap anak yang ikut pergi bersamaku merasakan hal yang serupa. Namun disitulah yang namanya pengorbanan, disaat kita sudah fokus untuk mendapatkan sesuatu, maka kita akan mengorbankan hal-hal yang dapat menghalangi dari tercapainya tujuan tersebut.
Sesampai di Mesir, aku mengalami shock culture dikarenakan banyaknya perbedaan-perbedaan yang aku rasakan di saat awal-awal di Mesir. Salah satunya tentu di saat aku mulai memasuki dunia perkuliahan di Al-azhar. Aku dapati dikta-diktat tebal permata kuliahnya –ditulis dalam Bahasa Arab- yang harus kulahap dalam beberapa bulan sebelum memasuki UAS. Saat-saat yang bisa dibilang traumatik dikarenakan aku memang tidak tahu menahu pada awalnya bagaimana sistem pendidikan yang ada di Universitas Al-Azhar saat itu.
Lagi-lagi berkat rahmat Allah Ta’ala, akupun bisa naik ke tingkat dua. Dinamakan “tingkat” karena di universitas Al-Azhar hanya mengenal istilah tingkat bukan semester, ya semacam kita waktu di sekolah dulu. Jadi ketika kamu gagal disatu tingkat, maka kamu terpaksa untuk mengulang di tingkat tersebut selama setahun kedepan, dan diujikan dengan mata perkuliahan yang mana kamu gagal di tahun sebelumnya.
Di Al-Azhar aku mengenal istilah Al-azhar jami’ wa jami’atan. Al-Azhar itu adalah masjid dan kampus. Bermakna bahwa menuntut ilmu tidak bisa dicukupi di perkuliahan saja dan hendaknya ditambah dengan mengaji (di Mesir istilahnya talaqqi) di masjid Al-Azhar dengan para masyayikh yang mumpuni di bidangnya. Tempat untuk mengaji atau talaqqi tidak hanya di masjid Al-Azhar, ada beberapa medhiyafah yang memberikan tempat untuk menimba ilmu yang juga tidak jauh dari Mesjid Al-Azhar. Singkatnya dunia kampus memberikan kita “kunci” untuk membuka gerbang keilmuan yang tidak lain dan tidak bukan adalah masjid Al-Azhar Asy-Syariif itu sendiri.
Yang membuat hal berbeda antara menuntut ilmu di Mesir dan Indonesia adalah dzauq atau hawa keilmuannya. Saat di Mesir, sangat memungkinkan untuk langsung belajar kepada Doktor-doktor di bidang agama yang sudah ternama di dunia. Semesta keilmuan bertebar disana sini. Pilihannya sederhana, apakah ingin malas-malasan atau bersungguh-sungguh.

 

SAM_3742.JPG

Berbicara masalah bersungguh-sungguh atau malas lebih enak kalau kita membicarakan sistem perkuliahan yang ada di universitas Al-Azhar itu sendiri. Di kampus Al-Azhar kita tidak akan mendapatkan istilah “absensi”, jadi mau hadir atau tidak ke kuliah tidak ada masalah. Abis solat subuh lanjut tidur dan tidak kuliah, boleh, asal nanti sewaktu UAS harus wajib datang kalau tidak ingin rasib alias gagal dan mengulang kembali di tahun ajaran berikutnya. Disinilah kita dapat melihat perbedaan yang besar dengan sistem perkuliahan di Indonesia yang lebih ketat dalam pengabsenannya, beberapa kali alpha maka bisa dipastikan kamu akan mengulang di semester berikutnya.
Inilah uniknya kampus Al-Azhar di mataku. Seorang mahasiswa dinilai dari hasil ujiannya, yang dianggap paling representatif. Maukah kita akrab dengan dosen ataupun nggak, tidak akan mempengaruhi hasil ujian akhir yang kita lalui. Semua tergantung pribadi mahasiswanya, siapa yang rajin berhasil dan siapa yang malas akan menuai kegagalan. Semua ini tentu tidak terlepas dari pertolongan Allah Ta’ala.
Ketika kita melihat bagaimana ketatnya pengawasan ujian di Al-Azhar, ketat sekali. Mau ke kamar mandi aja kamu dikawali. Bicara dikit, noleh dikit ditegur, ditambah waktu yang juga cuma dua jam dengan soal yang beranak-pinak yang pada akhirnya membuat keringat dingin keluar nggak ketolongan. Disaat-saat imtihan atau ujian inilah seluruh jiwa-jiwa mahasiswa Indonesia di Mesir atau masisir menjadi sangat dekat dengan Sang Maha Penolong.
Kehidupan masisir tidak hanya sebatas di perkuliahan dan talaqqi saja, banyak juga masisr diantaranya yang bekerja dan ada juga yang sibuk menjadi aktivis di berbagai macam organisasi. Untuk bekerja kita akan mendapati masisir yang bekerja di sebuah warung makan, menjadi agen travel, tour guide¸bimbingan belajar dan bahkan bekerja di vila-vila mewah.
Apapun kegiatannya, tugas utamanya tetaplah sukses studi. Kamu akan mendapatkan apa yang kamu pikirkan. Ketika memikirkan sukses kuliah maka itu yang didapat, ketika memikirkan sukses bisnis, sukses organisasi dan lainnya maka itu yang didapat. Di Mesir kaidah fokus dan balance dalam setiap pekerjaan menjadi kunci sukses untuk bisa berhasil di rantau orang. Semoga kisah ini bermanfaat. Salam kangen untuk Indonesia! [Kontributor : Assa Dullah Rouf/Mesir]

 

Read Full Post »

Judul Buku:  Sejuta Warna Pelangi
Genre: Buku Cerita Anak Bergambar, Wordless Picture Book
Pengarang: Clara Ng
Ilustrator:
   – Muhammad Taufiq
   – Maryna Roesdy
   – Martin Dima
   – Eddie Sukmadjie
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2012
Tebal: 220 halaman
Tujuh Warna Pelangi, Sejuta Rasa Mengagumi
Bagaimana perasaanmu saat melihat pelangi? Senang? Takjub? Itulah perasaan saya saat pertama kali menelusuri halaman demi halaman buku ini.
Sejuta Warna Pelangi adalah kompilasi sembilan cerita anak-anak karya Clara Ng yang meraih gelar Juara Adikarya IKAPI. Berkolaborasi dengan empat ilustrator kenamaan membuat buku ini semakin asyik dilahap anak-anak. Bahkan, saya sebagai orang dewasa pun sangat menikmatinya.
851302952_41548
Milo Sedang Bosan dan Kapan Hujan Berhenti? adalah dua judul yang paling menarik bagi saya. Ceritanya yang seru didampingi ilustrasi yang apik dapat merangsang imajinasi anak-anak. Contohnya, kita akan terbayang betapa kacaunya dunia bawah laut saat Milo Si Hiu iseng karena bosan ditinggal kedua orang tuanya bekerja. Dengan lumpur hitam dan ganggang yang melambai-lambai Milo tampak sangat menyeramkan dan tentu saja membuat kaget semua binatang. “Tanpa bisa mengendalikan arah renangnya, Ibu Buni Buntal menabrak Pak Belu, si belut listrik. Durinya yang tajam menancap pada tubuh Pak Belu. “ADDDUUUHHHH!” teriak Pak Belu kesakitan, berenang tanpa melihat arah. Ya ampun! Pak Pius Paus menguap, langsung menyedot Pak Belu ke dalam mulutnya. Pak Pius kecegukan. Hiks. Matanya membelalak terbuka. Hiks. Dia kecegukan sekali lagi. Tiba-tiba Pak Pius berenang liar. Astaga! Apa yang terjadi?! Hiks! Hiks! Hiks! Rupanya Pak Belu yang ada di dalam perut Pak Pius menyetrumnya! Tolooong! Pak Pius berenang kacau-balau, menyebabkan gelombang air laut menerjang setinggi gedung bertingkat.” (Milo Sedang Bosan, hal 87-89) Seru bukan? Selain mendapat kosakata baru, anak dapat mengenal hewan-hewan laut beserta ciri khususnya.
Cerita yang asyik juga dapat kita temui di Kapan Hujan Berhenti?. Fabel ini mengisahkan hujan yang tak kunjung reda di peternakan, yang kemudian menyebabkan sekelompok demi sekelompok hewan berdatangan ke kandang sapi yang aman dan hangat. Selain belajar mengenal binatang, anak-anak juga dapat belajar berhitung secara menyenangkan. “Malam itu hujan tidak berhenti turun. Seekor anak sapi, dua anak kuda, tiga anak kucing, empat anak anjing, lima anak domba, enam anak ayam, dan tujuh anak itik mendengkur pulas bersama. Mereka bergulung hangat dan nyaman sampai pagi tiba!” (Kapan Hujan Berhenti?, hal 215)
Sebagai orang dewasa adakalanya saya merasa tertampar saat membaca buku ini. Tanggung jawab dan tuntutan hidup yang besar seringkali membuat hidup menjadi jenuh dan menyebalkan. Sehingga membuat kita semakin apatis terhadap magic words dalam kisah-kisah dongeng. Kalimat sederhana yang tersebar di beberapa cerita menggelitik kita untuk merenung lebih dalam. “Hati Kakek senang, rasanya ringan melayang. Terbanglah terbang, bagai burung layang-layang” (Aku Bisa Terbang, hal 45). Bukankah memang betul bahwa hati yang senang akan membuat segala pekerjaan menjadi ringan? Dalam Melukis Cinta, cinta digambarkan melalui sinar pagi keemasan di pagi hari, tidak memilih teman dan bermain bersama, juga donat dan kembang gula yang disantap bersama dengan sahabat dan keluarga. “Cinta adalah… Saat aku gembira dan sedih, Mama akan memeluk dan menciumku. Mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Sehingga aku dapat tidur dengan aman sampai pagi tiba” (Melukis Cinta, hal 70-71). Ternyata makna cinta tak perlu selalu disampaikan secara rumit lewat untaian bait puisi ataupun novel roman. Ungkapan sederhana juga mampu membuat hati berdesir mengingat betapa lugasnya dunia anak-anak. Mereka pun dapat memahami cinta sesuai dengan usianya

Read Full Post »

IMG-20160404-WA0008(1)

Judul: Mutiara-mutiara Andan Sari, kisah seru para penghafal al quran cilik
Penulis: Amirul musthofa as salim, dkk
Penerbit: Kinomedia
Tahun: 2015
Tebal: 158 hlmn

Buku ini berkisah ttg 10 anak yg bergabung di SD Islam Cahaya. Buku yg ditulis sendiri oleh anak2 tsb bercerita ttg betapa tak ramahnya sistem pendidikan kita thd anak, lingkungan yg kental dgn pembullyan, juga jerat game online yg begitu merusak

Namun anak2 ini juga berkisah ttg semangat pantang menyerah, keberanian utk bermimpi, keceriaan, serta kecintaan thd alqur’an.

Di SD Islam Cahaya, lewat lingkar pagi, setiap hari mereka dimotivasi utk berani bermimpi & berusaha mewujudkan impiannya.
Mereka boleh jadi apa saja, asal modal dasarnya dipenuhi yaitu cinta alqur’an

Maka ada Amir yg bercita2 jd pengusaha burger di Jepang, fauzan azima yg ingin jadi pengusaha ikan dan belajar ttg perikanan ke korea, Imam yg ingin jd public speaker, Malik ingin mendalami sains di Sorbone, dan Salman yg ingin jadi ulama & mengambil sanad tahfidz ke syiria

Dengan Impian2 itu, mereka balajar dgn ceria dan terus memupuk kecintaan mereka thd alquran.
Maka setiap hari mereka membacanya, menghafalnya, sedikit demi sedikit mentadabburi isinya dan mengaplikasikannya semampu mereka

Alquran menjadi sahabat juga life style agar kelak mereka menjadi orang2 hebat

Reviewer : Tsamrah El Husna

Read Full Post »

Hari ini memang jadwal Group kami (BACA YUK!) ber-Speak-Up Day! Sebenarnya nggak ada kewajiban sih bagi para reviewer harus nge-English juga. Yang penting komentar dan segala feedback di group di hari tersebut wajib nge-speak alias little little english, mixed every single word what you want. Kala itu bulan Maret, jadwalnya Bahasa Inggris. Bulan April ini insyaallah Arabic. Bulan depannya lagi German. Sayangnya all about Deutch masih buta 😀 #LemparBantal. Alhamdulillah di bulan Maret ada Mba Rusyda Fauzana yang setor resensi dengan Bahasa Inggris. Hemm, akankah di April ini ada yang ‘berani’ nge-resensi pakai Arabic. Hemm, arabic? seriusan? Ok, untuk sementara saya tutup mata 😀

Selamat menikmati !

*****

kopi

Assalamualaikum all, tonight I’ll post a review about a book that I think most of people fond of it.

Title: Filosofi Kopi
Genre: anthology of short story, kind of drama and absurd stories.
Writer: Dee Lestari
Published: 2007
Pages: 135

Review:
Actually it’s too late for me to read this book. Since several weeks ago the members of Baca Yuk! were talking about Dee Lestari’s book, then I grabbed her Filosofi Kopi when had fun in Gramedia. This anthology consists of 18 short stories written by Dee for a decade. Of course the most impressing one is Filosofi Kopi. ☕

I read the lastest printed book Filosofi Kopi, published in 2015. Dee put Filosofi Kopi to the first story.

The narrator, named Jody, told the story from his point of view. It was about obsession of Ben on coffee. He spent his time searching for the best coffee around the world.

The story began when they joined to build a cafe. Ben with his skill blend the coffee ingredients made more people impressed and provoked them to come again and again. He always knew how to make innovation and satisfy his customers.

One day, Ben had an idea to attach a philophy for every coffee he made. His customers became more exciting. Until a successful and popular man came to his cafe and asked him to make the best coffee. Ben did it. And put a new philosophy on his new and best coffee recipe. It was Ben’s perfecto: succes is the manifestation of life perfection.

Ben and Jody’s coffee become more popular. Then, a new visitor came and tasted the perfect coffee, but said that it was just a so so coffee. There was another coffe which tasted best of all. Ben got frustrated then tried to find the coffe.

Ben and Jody finally found the coffee. It was a traditional coffee in remote area. Ben felt he failed in all way. He isolated himself and closed the cafe, eventhough his customers wanted to come.

At the end, jody gave him Tiwus coffee and said that there’s no perfection, life is beautiful as it is. Ben realized that he was wrong. He forgot about how people accept his works as they are. They loved it and also loved Ben as he himself. Then, he pumped up his spirit again and open the cafe with dedication to his customers.

This story has strong moral story that one should not compare himself to antother only to feed his ego and arrogance. Just be who we are and do the best for our life.
That’s all my review for tonight. Hope you like it. ☕

Read Full Post »

Febrianti Almeera

"Never Ending Learn to be a Great Muslimah"

SEKOLAH MOTIVASI

Jalan menuju "Pengembangan diri"

The Work of Wiryanto Dewobroto

. . . sebab dari buahnya, pohon itu dikenal.

Saatnya Bercerita

Jangan pernah menulis sesuatu yang kelak akan membuatmu menyesal

J'étais Parisienne

moved to : https://jetaisparisienne.com

Nurbaiti-Hikaru's Blog

Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti

fattahrumfot.writings

Tinta-Tinta Gagasan

Life Journey

growing into the person I am here today

bocahbancar.wordpress.com/

A Social Worker, A Great Dreamer

melquiadescaravan

Climbing up the mountain of books and Reading a book while climbing the mountains

Journey of Sinta Yudisia

Writing is Healing. I am a Writer & Psychologist.

Jiwa yang Pergi

Catatan hati dan pikiran setelah anakku mengakhiri hidupnya

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Kajian Timur Tengah

dan Studi Hubungan Internasional

Life Fire

Man Jadda Wajada | Dreams will be achieved when we truly believe in our heart ˆ⌣ˆ

Febrianti Almeera

"Never Ending Learn to be a Great Muslimah"

SEKOLAH MOTIVASI

Jalan menuju "Pengembangan diri"

The Work of Wiryanto Dewobroto

. . . sebab dari buahnya, pohon itu dikenal.

Saatnya Bercerita

Jangan pernah menulis sesuatu yang kelak akan membuatmu menyesal

J'étais Parisienne

moved to : https://jetaisparisienne.com

Nurbaiti-Hikaru's Blog

Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti

fattahrumfot.writings

Tinta-Tinta Gagasan

Life Journey

growing into the person I am here today

bocahbancar.wordpress.com/

A Social Worker, A Great Dreamer

melquiadescaravan

Climbing up the mountain of books and Reading a book while climbing the mountains

Journey of Sinta Yudisia

Writing is Healing. I am a Writer & Psychologist.

Jiwa yang Pergi

Catatan hati dan pikiran setelah anakku mengakhiri hidupnya

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Kajian Timur Tengah

dan Studi Hubungan Internasional

Life Fire

Man Jadda Wajada | Dreams will be achieved when we truly believe in our heart ˆ⌣ˆ