Judul buku : Srinti
Penulis : Sofie Dewayani
Ilustrator : Cecillia Hidayat
Penerbit : Yayasan Litara
Tahun : 2014
Yang Tersisa Dari Puing Reruntuhan
Set up dalam buku bergambar untuk anak-anak ini bermula dari rasa. Sebuah cinta tak pernah padam karena perpisahan. Cinta adalah perasaan yang tak lekang oleh waktu, dan terus tumbuh jika disemai dengan keikhlasan. Buku ini menceritakan tentang seorang anak yang menemukan boneka bernama Sri yang diketahuinya milik adiknya, dari sela reruntuhan. Dengan penuh kasih ia merawat boneka itu seperti adiknya merawat Sri, boneka kesayangannya.
Sampai suatu hari seorang anak lain melihat boneka itu dan dengan keyakinan penuh ia percaya jika boneka itu bernama Santi, boneka milik almarhum kakak yang dicintainya, Mbak Yuyun.
Terbayang perebutan yang dilalukan kedua anak itu. Keduanya merasa memiliki ikatan kuat dengan sebuah boneka yang sama. Yang satu meyakini boneka Sri milik almarhum adiknya, yang satu bersikeras boneka itu bernama Santi, milik almarhum kakak perempuannya.
Sebuah boneka yang tadinya terkubur dalam reruntuhan bersama ribuan kenangan pemiliknya, kini diperebutkan dua orang gadis kecil. Mereka tak berebut boneka an sich, melainkan hakikat kepemilikan yang melekat pada boneka itu. Bahwa keduanya merasa, boneka itu entah Sri atau Santi, memiliki benang yang mengikat hati dan kenangan mereka akan pemilik yang mereka cintai sepenuh hati.
Boneka itu terkoyak, dan membuat tangis dalam hati mereka berdua pecah seketika.
Masing-masing berlari mengadukan luka mereka pada keluarga yang tersisa.
Yang satu diberi nasihat, “Mbok ya sudah…adik sudah punya boneka baru di surga.”
Yang seorang lagi menerima kata-kata, ” Ssst…Mbak Yuyun sudah tenang di kuburnya. Dia nggak perlu boneka.”
Bagian ini masuk dalam falling action. Konflik mulai mereda. Lara hati mulai lilih mesti belum puas memaafkan.
Kedua anak itu mulai berkompromi. Bagaimanapun boneka itu hanya satu. Masing-masing merasa anggota keluarga merekalah yang memiliki boneka itu.
Belajar mengikhlaskan, mereka mulai melepas ke’aku’an mereka pada boneka itu. Mulai berbagi. Bukan hanya berbagi boneka semata-mata, melainkan juga belajar melepaskan dan mengikhlaskan kesedihan atas kehilangan orang terkasih.
Buku ini tidak bisa dibilang ringan karena maknanya yang mendalam tentang pelajaran melepaskan luka dan bukan malah menekannya. Tetapi juga tidak bisa dibilang berat karena penulis dan ilutrator mampu membuat narasi yang minim kata tetapi menyentuh hati kita sedalam-dalamnya.
Buku bergambar untuk pembaca pemula yang dilatar belakangi peristiwa gempa bumi Mei 2006 ini sangat disarankan untuk dimiliki.
Anak-anak yang tak mengalami peristiwa itu juga belajar bahwa di Yogyakarta saat itu telah terjadi gempa bumi kuat yang menewaskan banyak orang. Saat itu barang-barang milik orang-orang terkasih ikut terkubur di bawah reruntuhan, menyisakan kenangan dan kisah.