“Berat rasanya bertanding tanpa ayahku, aku nggak sanggup melanjutkannya lagi”
Kemenangan ini untuknya
Kalau kamu masih punya orangtua, habiskan waktu bersamanya. Aku tinggal punya satu yaitu ibuku, aku ingin menghabiskan waktu bersamanya.”
****
Khabib pernah ingin duel kehormatan melawan idolanya, George St Pierre. Khabib juga pernah memanas-manasi Floyd Mayaweather untuk pertarungan money fight, dan belum terlaksana. Dana White sibuk membujuk Khabib agar bersedia rematch dengan orang Irlandia yang popular itu, Conor McGregor. Khabib bersikeras menolak, rematch dianggapnya tidak perlu, kecuali pas kepepet butuh uang barangkali. Bahkan, duel Khabib versus Tony Ferguson disebut-sebut fans sebagai pertarungan terkutuk alias tidak pernah benar-benar terjadi di muka bumi ini. Namun Khabib Nurmagomedov tidak pernah terpikir, tidak pernah membayangkan, bagaimana hidup tanpa Abdulmanap Nurmagomedov? Tiga bulan berlalu sejak wafatnya sang ayah, yang selama ini membesarkan, melatih habis-habisan; sejak kecil hingga sesukses hari ini.
Tanggal 24 Oktober 2020 waktu Abu Dhabi, Khabib bertarung melawan Justin Gaethje. Sempat saya menduga, Khabib kalah kali ini. Bagaimana elang bisa terbang tanpa sayapnya? Bagaimana Khabib bisa kuat tanpa ayahnya? Anda tidak akan berpikir saya lebay jika pernah terluka kehilangan seseorang. Patut dicatat, Gaethje pernah kalah melawan Dustin Poirer di tahun 2018. Setahun lalu Khabib mengalahkan orang itu di tempat yang sama, Abu Dhabi. Jadi, bukankah cukup setimpal kalau Gaethje merupakan lawan yang tangguh? Saya nggak mau sok-sok bikin analisis. Saya murni penonton dan tukang simak.
Undisputed, undefeated. Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya. Khabib menang tarung melawan Gaethje kemarin malam via submission triangle choke. Namun Khabib nggak bikin celebrate kayak biasanya, bahkan mungkin jauh dari kesan selebrasi. Selepas sujud syukur, ucap alhamdulillah, dia malah nangis kayak anak kecil. Tangisan nggak biasa selayaknya orang menangis terharu, bangga, apalagi sombong atau sejenisnya. Saya menilai itu semacam tangisan lain yang tidak sering-sering datang dalam jiwa seseorang. Tangis perpisahan, kebanggaan, kerinduan, ketakutan, kecanggungan, kelegaan, dan perasaan lain, tentu orang yang bersangkutan lebih mengetahui. Tanpa Abdulmanap, Khabib menang memeluk angin. Dalam wawancara singkat di atas ring, Khabib memberi khotbah rutin “laa ilaha illallah” yang boleh jadi inilah kesempatan terakhirnya. Bersamaan itu pula, Khabib mengumumkan pensiun dari dunia MMA dan mengikuti permintaan ibunya untuk tidak lagi bertanding. Kemudian teman-teman, saudara-saudara, para pelatih, dan para fans datang memeluk sang juara. Pelukan itu tulus, tapi tidak akan pernah sama tanpa Abdulmanap sebagaimana biasa. Khabib menang lalu berhenti, sebagaimana janji-janjinya untuk segera pensiun dari dunia yang membesarkannya tersebut. No looses, belum ada yang berhasil mengalahkannya sejauh ini.
“Kemenangan ini untuknya (Ayah)”, ucap Khabib.
Bayangkan, seseorang menang dan merasa kehilangan di waktu yang sama. Betapa anehnya goresan takdir.
Selamat pensiun, champ!
Anda pensiun dan memenangkan hati banyak orang.
[Alga Biru]
Tinggalkan komentar