Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘Kontraksi Ide’ Category

 

 

Seorang spion alias mata-mata Russia diketahui berada di London. Scotland Yard berusaha mencari,tetapi mereka tidak berhasil. Akhirnya, mereka meminta bantuan Sherlock Holmes.

 

“Ada berapa WC umum di London?” tanya Sherlock Holmes.

“Lima ratus,”

“Kalau begitu, beri saya 500 detektif.”

Holmes diberi 500 detektif dan menjelang sore, spion Russia itu tertangkap.

“Bagaimana anda melakukannya?” tanya Polisi.

“Gampang,” jawab Holmes.

“Saya menempatkan satu detektif di setiap WC umum. Bila ada lelaki yang keluar sambil masih menaikan resleting celana, itu pasti spion Russia.” (Sumber digital : Ketawa.com)

 

Alih-alih tertawa, sebagian orang bahkan gagal merasa lucu. Padahal skrip lelucon ini diambil dari buku yang cukup terkenal, “Mati Ketawa ala Rusia”. Fakta yang tak kalah lucu, almarhum Gus Dur pun menyumbang kata pengantar pada buku humor bertema politik dan sosial sehari-hari ala Rusia. Konon, yang paling lucu itu orang sunda. Karena bahasa sunda punya kata ganti dengan berbagai tingkatan, mulai dari kasar, sedikit kasar, sampai bahasa halusnya. Sebagian meng-klaim, humor paling bijaksana itu humor orang Padang. Karena mereka gemar berdagang dan merantau sekaligus, sehingga sediaan candaan bernuansa rumpun minang ini sangat kentara, menyegarkan. Bebas saja, setiap diri punya cerita humornya masing-masing.

Lain cerita dalam kasus tertentu. Bukan soal strata humor, tapi fokus kita bertanya tentang muatan candaan. Terlepas betapa hirarkinya masalah selera humor seseorang, para pelucu punya tanggung jawab pada misi apa yang menjadi bahan lucu-lucuannya. Manusia punya banyak bahan untuk memancing selera humor sesuai tujuannya masing-masing. Rasa humor, terbukti bisa mengharmoniskan hubungan dan mencairkan suasana. Tujuan semacam ini tidak harus bikin orang ketawa, terpingkal. Bisa merasa rileks saja, itu sudah jadi bagian humor yang baik. Atmosfer beginilah yang seharusnya kita bangun dalam menanggapi kebutuhan manusia akan humor.

Apakah Anda termasuk tipe menusia dengan aggressive humor? Berhati-hati dengan tipe yang seperti ini. Aggresive humor, memancing  rasa humor dengan memojokkan, memanipulasi, yang mungkin mengganggu kehidupan individu bahkan komunitas. Perlukah kita memoroti kehormatan kehormatan seseorang untuk melucu. Atau seberapa keras hati kita sehingga kita merasa perlu memancing sensitivitas agama, yang jelas-jelas sakral sebagai bahan-bahan lucu-lucuan? Kalau tujuannya untuk membangun hubungan, sarana hiburan, konten semacam itu jauhlah panggang dari api.

“Berikanlah istirahat pada tabiat kerasmu yang serius, diregangkan dulu dan hiasilah dengan sedikit canda. Tetapi jika engkau berikan canda kepadanya, jadikanlah ia seperti kadar engkau memasukkan garam pada makanan” (Adabud-Dunnya wad-Din halaman 319 dan al-Bidayah wan-Nihayah XI/316)

Ya, laksana masakah di pinggan. Hambar tanpa garam, dan nikmat dengan diberikan sedikit atau secukupnya. Kalau terlalu banyak, jangankan lezat, sekali cicip pun kita sudah enggan memakan masakan yang kebanyakan garamnya. Canda yang dibolehkan saja masih berpotensi mematikan hati, apalah lagi canda yang menohok agama, keyakinan, peradaban dan kehormatan. Itu bukan lagi canda, alih-alih ia bisa beralih pada kekerasan verbal.

“Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. At-Tirmizi no. 2227, Ibnu Majah no. 4183, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7435)

Bayangkan hati yang mati. Ia tak bisa membedakan benar atau salah, cocok atau tidak cocok, tepat atau kurangnya. Singkat kata, kesensitivan hati manusianya seolah hilang. Jangan-jangan, memang inilah yang terjadi pada pemburu tawa dengan konten-kontennya yang melukai agama dan kehormatan. Ya, hatinya telah mati sedemikian rupa. Wallahu’alam. [] Alga Biru

 

Read Full Post »

(Bakal panjang nih, nyeduh teh dulu sono)

.

.

.

Cyduk!

Rasa dendam menjalar. Bahkan hingga di halaman 123, belum-belum juga ketahuan, apa sih makhluk yang berhasil ditemukan Edmond Kirsch. Apa semacam sel berukuran mega-DNA sebagai asal mula segala sesuatu. Ataukaah kotak pembentur partikel yang mampu menstimulasi Big Bang secara sintetis. Atau ini lelucon The Real Slim Shaddy yang memproduksi ribuan Eminem berkostum putih-putih, yang sama mahirnya berkata kotor.

 

Ini kali pertama saya melarutkan diri untuk Dan Brown. Yes, slice by slide, every single moment. Enam karya Brown lainnya, pernah coba-coba saya baca, tapi kok nggak masuk otak ya. Hehe. Abaikan! Saya tidak harus merasa lebih keren dengan membaca penulis-penulis sohor. Tapi yang ini saya tertarik, sejak awal. Judulnya, topik, latar, sesi pembuatan, membuat penasaran.

 

Origin. Cerita ini dimulai dari pertemuan Edmond Kirsch dengan tiga pemuka agama dunia, mewakili Kristen, Yahudi dan Islam. Mereke bertemu di Perpustakaan Montserrat yang legendaris. Kirsch, hendak mempresentasikan sampel temuannya, yang konon menjawab asal mula kehidupan. Ketiga pemuka agama itu gusar bukan main. Nasib agama dan spiritual seolah diambang kehancuran. Tidak diceritakan, alias secara sengaja dirahasiakan oleh penulis, something macam apa yang akan diumumkan Kirsch kepada dunia.

 

“Orang-orang paling berbahaya di bumi adalah orang-orang saleh, terutama ketika Tuhan mereka diserang” (Origin)

 

Di sisi lain, kelompok rahasia beraliran Kristen tertentu menyusun rencana.  Kelompok elit, sangat konservatif, merekrut para anggotanya dengan membawa janji-janji suci. Sosok elegan, taat, bertangan dingin, diwakili tokoh Luis Avila, yang tergabung ke dalamnya.

 

Teroris Kristen, begitukah? Tentu saja, Brown tidak sevulgar itu. Dia tahu bagaimana ‘aturan main’. Semakin halus sapuan narasi, semakin dia mampu menggiring orang banyak. Itu soal isi cerita, silakan dibaca sendiri kelanjutannya.

 

origin

Ada beberapa catatan dialog, yang menjadi titik kritis untuk saya pikirkan lebih banyak.

 

“Apa dua pertanyaan fundamental yang diajukan umat manusia sepanjang sejarah kita?” Kirsch bertaya kepada sahabat lamanya, Robert Langdon.

“Yah, pertanyaannya adalah : Bagaimana semuanya ini bermula? Dari mana asal kita?”

(Origin, halm 65)

 

Loh pertanyaan macam apa ini? Sekolah-sekolah kekinian tampaknya semakin tidak ingin menjawab dialog semacam ini. Mungkin terlalu sakral, jadi silakan dicari masing-masing. Atau….. Memang semakin tidak dipentingkan lagi? Kita berada di era kemajuan, yang melesat tiada bandingnya. Walhasil, manusia lebih disibukkan seputar itu.

 

nizhom

 

 

Syaikh Taqqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nizomul Islam menjawab khusus piranti-piranti manusia, piranti yang paling rumit, yang beliau sebut ‘uqdatul kubro’. Siimpul besar,  yang diisyaratkan sebagai tiga pertanyaan besar: dari mana, mau apa, mau kemana. Jangan salahkan Brown, kalau menyebutnya cuma dua. Brown itu orang kafir, dia tidak mengenal (iman) pada syariat (islam), ya boro-boro sih Buk.

 

Saya cukup terkesan bagaimana usaha Brown mengurai perkembangan spirtual dari masa ke masa. Jangan-jangan salah satu kepustakaan Brown berasal dari tulisan filsuf “yang entah nggak jelas dia ngomong apa”. Hehe. Semua ini  butuh pendekatan narasi yang lebih sederhana untuk ditangkap otak-otak lugu seperti saya. Setidaknya kutipan dialog ini cukup bisa dinalar arahnya:

“Kita adalah makhluk yang  ber-evolusi secara intelektual dan berkeahlian teknologi. Kita tidak mempercayai pandai-besi raksasa yang bekerja di perut gunung berapi atau dewa-dewa yang mengendalikan air pasang atau musim. Kita sama sekali tidak seperti nenek moyang kuno kita.” (Origin, halm 98)

 

Mirip-mirip sebenarnya dengan dagelan filsuf ‘manusia menciptakan agama’. Masih seputar-putar itu, pikir saya.

 

Di Planetarium ala Edmond Kirsch, Brown menggambarkan perkembangan tuhan-tuhan manusia dari masa ke masa secara visual melalui deskripsi verbal. Sebagai orang Islam, kesakralan “Allah, the only one God” tergolong aman dalam kesanggupan narasi manapun, termasuk Brown. Karena Tuhan saya tidak diwenangi untuk dilukiskan oleh pihak manapun. Sejak awal seharusnya kita berpikir, Tuhan memang tidak serendah itu, bukan?

 

Salah satu yang menarik lainnya, perspektif Brown tentang neuron. Disini saya tergugu, Brown sudah sampai ke titik itu. Edmond Kirsch berusaha berimajinasi tentang komputer super canggih yang ditanyai seputar urusan-urusan manusia.

 

Dari mana asal kita?

Kemana kita akan pergi?

 

Jawaban komputer itu ialah : “DATA TIDAK MENCUKUPI UNTUK RESPONS AKURAT” (Origin, halm 102).

 

Apa jadinya kalau Dan Brown ikut halqahnya Syaikh Taqqiyuddin? Haishh, pyurrr ngawur. Mereka kan beda zaman, hehe. Masih dari kitab yang sama, tulis Syaikh Taqy rahimakumullah:

“Kendati wajib atas manusia menggunakan akalnya dalam mencapai iman kepada Allah Swt, namun tidak mungkin ia menjangkau apa yang ada di luar batas kemampuan indera dan akalnya. Tetapi bukan berarti dapat dikatakan, ‘Bagaimana mungkin orang dapat beriman kepada Allah Swt, sedang akalnya sendiri tidak  mampu memahami Zat Allah?”.

 

Lanjut Syaikh Taqy mengenai hal ini : “Usaha manusia untuk memahami hakekat Zat Allah Swt merupakan perkara mustahil untuk dicapai. Sebab, Zat Allah berada di luar jangkauan akal. Akal tidak mungkin memahami hakekat  yang berada di luar batas kemampuannya. Seharusnya keterbatasan ini justru menjadi penguat iman, bukan sebaliknya malah menjadi penyebab keragu-raguan.”

 

Soal kalimat terakhir ini, saya sepakat. Bukankah nikmatnya hidup karena ‘misteri di dalamnya’. Dalam masa kenabian pun, permintaan ‘bertemu hakekat Allah ini’ selalu kita temukan. Boro-boro ditampakkan padanya hakekat, nur Allah itu membuat silau mata manusia. Sesilau-silaunya. Singkat kata, matamu tidak berguna di hadapan Allah. Sinyal otakmu tidak kesampaian untuk menjangkau-Nya.

 

Rentetan pertanyaan lain telah menunggu. Kalaupun Dan Brown membaca karya Syaikh Taqy ini, mungkin dia nggak cukup puas. Memang harus ngaji sih, Om!! Hihihi…. Wuedan, Dan Brown disuruh ngaji. Wiwiiwiw….

 

Dan Brown meracik topik yang sulit dengan cerita-cerita misteri yang manis. Terlepas kemudian, suka-suka dia mau dibawa kemana. Lebih suka-suka lagi pembacanya, mau dipahami bagaimana. Syaikh Taqy mengilhami banyak murid-muridnya dalam mengurai simpul besar. Pertanyaan fundamental yang membayangi semua manusia, tanpa terkecuali. Simpul besar, gerbang mengenal-Nya yang memiliki sifat yang sembilan puluh sembilan.

 

Anyaway…. By the way,,, Pertanyaan lampirannya ialah: Kapan murid Syaikh Taqy buat cerita manis semacam ini??! [] Alga Biru

 

 

 

 

*)Keterangan gambar

Atas : Penerbit Mizan Official

Bawah : Koleksi Pribadi

Read Full Post »

Sebenarnya bukan “lesbi” dalam artian ‘body contact”. Mungkin lebih tepatnya SSA (Same Sex Attraction) alias kecenderungan suka pada sesama jenis. Yup, sejak SMA, aku selalu punya teman dengan riwayat yang kecenderungannya SSA. Awalnya ya berteman biasa. Jalan bareng, ngerumpi bareng, pokoknya demen bareng kemana-mana. Mungkin karena anak cewek, ya wajar dong senengnya bareng-barang. Atau pegang tangan (maksudnya, gandengan pas jalan), ya menurut aku waktu itu wajar-wajar aja. Anak cewek kan beda sama anak cowok. Lebih sensitif gitu. Plus sentuhan itu bagian dari eksistensi kedekatan.

Kalau teman SMA, emang nggak bikin pengakuan. Cuma ngerasa aja, “ini orang gelagatnya makin aneh aja”. Yang cukup shock itu pas jaman kuliahan. Ada teman, sebutlah namanya Nia. Kita nggak deket sih. Cuma dianya suka banget deket-deket aku. Bela-belain main ke rumah, walau rumahnya jauh dari rumahku. Sekali dua kali mampir sih, it’s OK. Tapi kalau keseringan dan akhirnya malah “krik krik krik” alias obrolannya garing, aduh gimana ya. Mau ngusir gimana, kan nggak sopan.

Akhirnya aku ngasi “kode” kalau aku tuh dah bosen banget menjamu dia. Aku diem seribu bahasa. Ogah dalam memulai topik pembicaraan. Bicara pun sekena-kenanya (Aduh, kalo diingat, kok tega banget kayaknya ya. Hehe). Ehh, dianya tahan banting. Dia ngeliatin aku dengan tatap mata menusuk. Nggak bisa lepas matanya ngeliat aku. Malah lama lagi. Ada kali, dua puluh menitan diplototin gitu. (Baru sadar pas dia pulang, tatapannya itu ngeri alias tumpah penuh nafsu). Sebagai pecinta lawan jenis, diliatin sesama jenis nggak gimana-gimana sih. Cuma agak aneh aja, bertanya-tanya. ‘Aku kenapa ya? Apa salah pake baju? Atau ada salah sikap”.

Karena berteman sesama jenis itu bukan dosa, ya aku kembali seperti sedia kala, berteman dengan siapa aja. Belakangan aku digosipin ngasih harapan cinta sama Nia. What the….? Hello, aku masih doyan cowok. Kok udah ngomong soal harapan cinta nih. Teman ya teman, kok jadi demen sesama gini ya. Waduuuhhh… Hemm, jujur, aku nggak pengen nyakitin siapa-siapa. Nggak juga pengen ngeliat hal-hal yang di luar batasnya. Kalau butuh tangan, aku ulurin. Apalagi emang tugas teman untuk saling bantu. Yeahh,,, enak nggak enak dapat rumor kek gini. Malah aku kan orangnya takut pacaran, alias tipe orang Mencari Pasangan Halal. Jadi, ya nggak pacaran dong. Karena nggak pacaran, plus sering disambangin Nia, ya terjadilah gosip-gosip busuk di belakang.

Belum sempat nolongin Nia secara terapis. Tapi yang pasti aku ajakin dia ngaji dan baca surah Al-Kahfi Al-Waqiah tiap malam jumat. Siapa tahu ngefek alias jadi doa yang benar buat kami bersama. Nggak maulah terjerembab dalam fitnah. Kecenderungan suka sesama jenis ini ada latar belakangnya loh. Dari situ, aku ngeterapi Nia kecil-kecilan. Karena sebenarnya, Nia juga pengen melepas ‘rasa ini’. Pengen jadi yang seharusnya, suka ke lawan jenis. Seperti yang agama dan norma gariskan. Sabar, ini ujian. Kalau diuji, pasti karena kita bisa melewatinya. Iyes!

***

Sedikit Tausiah

Pernah punya sobat sesama cewek tapi bawaannya paranoid alias dia enggan kita dekat dengan cewek lain, kita perlu ditanya modusnya itu apa. Beneran sayang banget sampe segitunya, atau dia punya kecenderungan lain?!

Satu sisi, kita memang diperintahkan untuk berkumpul dan berteman pada sesama jenis. Sebab Rasul SAW membatasi hubungan lawan jenis hanya dalam perkara pernikahan, jual beli, pendidikan atau kesehatana. Sehingga wajar kita punya sobat cewek, bukan cowok. Tapi jadi lain ceritanya kalau sobat cewek itu punya gejala-gejala liwath (suka sesama jenis). Hal itu bisa terlihat dari gaya berpakaian, atau bahkan dari pengakuannya langsung bahwa dia memang tertariknya pada sesama perempuan. Plis, ini perlu treatment khusus ya.

Teman yang punya kecenderungan liwath ini bukan untuk dibenci, dijauhi apalagi dicaci. Mau tidak mau, dia masih saudara kita juga. Dia pun masih manusia yang dihargai eksistensinya. Sehingga penanganan teman yang lesbi ini butuh terapi para ahli. Bisa dari ustadz, psikolog maupun tim rukyah yang terpercaya. Tak lupa, butuh support banget dari keluarga dan teman-temannya. Jangan biarkan dia berjuang sendiri, bisa-bisa dia akan mencari sesama lesbi sebagai wujud pelampiasan rasa ini.

Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy -Rahimahullah- dalam Kitabnya “Al-Kabair” telah memasukkan homoseks sebagai dosa yang besar dan beliau berkata: “Sungguh Allah telah menyebutkan kepada kita kisah kaum Luth dalam beberapa tempat dalam Al-Qur’an Al-Aziz, Allah telah membinasakan mereka akibat perbuatan keji mereka.

Dengan melihat akan besarnya dosa homoseks, sampai Allah -Ta’ala- menghukum kaum Luth yang melakukan liwath dengan hukuman yang sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan diakhiri hujanan batu yang membumihanguskan mereka, sehingga kota mereka menjadi kenangan bagi kita, Allah -Ta’ala- berkata dalam surat Al-Hijr ayat 74:

فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيل.

“Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”.

Ayat ini cukuplah jadi renungan siapa saja, terutama yang udah ada gejala SSA supaya segera mencari terapi handal agar kita semua terhindar dari murka Allah Swt yang amat pedih. Wallahu’alam. [Alga Biru]

Read Full Post »

Hidup sembarang hidup. Kita makan, minum, beraktivitas, berlari, tidur, dan merasakan segalanya berjalan normal. Kejadian yang berulang seringkali menghilangkan makna. Kita lupa bagaimana menakjubi kaki yang kuat, tangan yang lengkap, badan yang sehat. Jadi lain ceritanya di hadapan seorang manusia yang memiliki keistimewaan sekaligus keterbatasannya.

Al-Quran-Bicara-Tentang-Cara-Mendekatkan-Diri-Pada-Allah

Cerita ini sedikit berbelit. Seseorang yang terhubung dengan tali persaudaraan yang unik, kisah yang mengharukan, dan mengajak kita seharusnya lebih banyak bersyukur dibandingkan sebelumnya. Robert Davila ialah seorang yang memiliki keterbatasan fisik. Sejak kecil, ia lumpuh dari leher hingga kaki. Dia diayomi di rumah perawatan khusus di salah satu negara bagian Amerika. Tentu saja, dengan keterbatasan ini, tidak mudah baginya untuk melakukan berbagai hal. Baik kemandirian sederhana yang rutin, apalagi menerjang tantangan lainnya di dalam hidup.

Rumah khusus itu memiliki kegiatan positif guna membangun karakter para pasiennya. Kerap kali para pastor atau pemuka agama datang untuk memberikan ceramah, melakukan pelayanan dan menghibur mereka. Robert memiliki teman akrab selama tinggal disana. Suatu kali, sang teman bercerita bahwa sebentar lagi ia akan menjalani operasi khusus guna mendapatkan donor organ yang diperlukannya. Berharap operasi itu akan memberikan hidup yang lebih baik baginya. Nasib berkata lain, tatkala Robert mendapat kabar bahwa sang teman ternyata meninggal di meja operasi. Ia sangat sedih kehilangan teman yang paling berharga bagi dirinya. Sebagai bentuk empati keluarga duka, diberikanlah kalung salib kesayangan kepada Robert sebagai bagian dari peninggalannya sebelum menemui ajal. Kalung itu pun diterima Robert dengan haru, betapa ia merindukan pertemanan mereka.

Satu malam yang tak pernah terbayangkan olehnya. Ia bermimpi aneh yang bukan main. Di dalam mimpi itu, Robert berdiri tegak dengan kedua kakinya. Di samping kirinya ia melihat salib berdiri tegak. Sementara tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak sekelompok orang sedang mengitari seorang pemimpin yang tampak penting. Seorang yang dikelilingi itu bercahaya terlindungi. Rasa penasaran membuat dirinya menghampiri dan bertanya siapakah lelaki itu. Dan lelaki itu memperkenalkan diri bernama Muhammad, seraya menunjuk ke arah Salib. Berkata : “Ketahuilah, salib itu hanyalah hamba. Dia tak patut untuk disembah”. Selepas perkataan itu, Robert terbangun dari mimpinya.

Dia tak dapat melupakan mimpi ganjil yang amat luar biasa merasuk ke dalam jiwanya. Dia meminta dibantu untuk bisa berselancar di dunia maya untuk mencari perihal seputar Muhammad. Dia mendapatkan Muhammad sebagai seoarang nabi yang mengajarkan agama Islam kepada umat manusia. Robert mempelajari lebih jauh tentang Islam dan kitab sucinya. Tentu saja dia mengalami banyak kesulitan, terlebih Al Quran yang dengan Bahasa Arab yang tidak dia pahami. Dia mempelajari bagaimana syarat seseorang masuk Islam. Kalimat syahadat akan mengantarkannya kepada keislaman. Dia terpesona dan pertanyaannya seputar kedudukan Jesus di dalam Al-Qur’an pun terjawab. Dia pun bersyahadat, meski tak seorang pun menyadarinya. Dia menyembunyikan keislamannya dari siapapun.

Dengan keislaman yang sembunyi-sembunyi, Robert berusaha keras menghapal Al-Qur’an semampu dirinya. Akhirnya, dia berhasil menghapal 10 ayat pendek, subhanallah. Hapalan ini menjadi wiridnya sehari-hari, yang dia lafadzkan dalam keterbatasan. Suatu hari, datanglah seorang Amerika berketurunan Mesir untuk melakukan rutinitasnya membersihkan ruangan. Tak sengaja, dia mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an. Alangkah terkejutnya, darimana kah asal suara itu. Merasa terpana, kepada Robert lelaki itu bertanya : “apakah yang kau bacakan tadi?”. Aku membaca al-Qur’an, karena aku sedang berusaha menghapalnya”. Percakapan itu pun berlanjut, “Bagaimana kau melakukannya? Bukankah ini lingkungan kekristenan?”. Robert pun berkata : “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah nabi Allah. Aku mencarinya di internet, lalu aku pun mengimaninya”. Lelaki keturunan Mesir itu tak lain adalah seorang muslim yang sudah lama tidak kehilangan rasa keislamannya. Dengan berurai air mata, dia berkata Robert : “Hai kawan, aku ingin kembali. Aku ingin merasakan nikmat agama ini lagi”. Mereka pun menjalin persahabatan. Menemukan iman dengan caranya sendiri. Kadang kita mengira telah melakukan banyak hal, merasa lebih jasa dan sempurna. Kesempurnaan palsu yang tak membuat kita mengecap indahnya hidayah Allah Swt. Sementara orang tertentu, yang jauh dari kemungkinan-kemungkinan, mendapatkan satu kemungkinan terpenting yang merubah jalan hidup. Memantaskan diri memeluk hidayah, bertambah takwa meski satu anak tangga. Tiada yang lebih menyempurnakan dari sempurnanya iman. []

 

*)Perjalanan spiritual, hasil nongkrongin video bagus Ustadz Nouman Ali Khan. Semoga bermanfaat dan menambah keimanan

 

Read Full Post »

“Dan tidaklah mereka memberikan infak, baik dari kecil maupun yang besar dan tidak pula melintasi suatu lembah (berjihad), kecuali akan dituliskan bagi mereka (sebagai amal kabajikan), untuk diberi balasan oleh Allah (dengan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan,” (TQS. At-Taubahs : 121)

 

Lelaki itu terkenal cerdas di zamannya. Badannya sedang, tidak terlalu tinggi, tidak juga pendek. Kulitnya putih tipis, berjenggot lebat dengan  bagian depan yang sedikit botak, dadanya bidang, gigi seri indah, dan rambutnya lebih rendah daripada telinganya. Lelaki itu bernama Utsman bin Affan bin Abu al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Luay bin Ghalib.  Garis nasab beliau bertemu dengan garis nasab nabi Saw pada kakek kelima dari jalur ayahnya.

 

Abu Hurairah berkata, “Utsman telah membeli sruga dari Rasulullah Saw dua kali : pada saat membeli sumur Rumah (dan mewakafkannya untuk kaum muslimin) dan pada saat membiayai keperluan Jaisy al Usra (pasukan Perang Tabuk)”.

 

Perihal sumur Rumah, konon ia adalah sumur tua yang berasal dari kabilah Muzan. Informasi lainnya berkata, bahwa namanya dinisbatkan untuk laki-laki dari bani Ghifar yang bernama Rumah. Pada masa Rasulullah, kaum muslimin mendatangi tempat ini guna mendapatkan air yang terpancar darinya. Sehingga, rasul mengidamkan agar kiranya tempat ini menjadi milik kaum muslimin dan kemaslahatannya. Mendengar ini, Utsman bergegas membeli sumur itu dan mewakafkannya. Menjadi pahala yang mengalir terus menerus hingga hari ini.

Adapun kedermawanannya, kian jelas tatkala Rasulullah Saw dan barisannya menghadapi masa sulit dalam Perang Tabuk.  Perang tersebut memerlukan persiapan yang tidak sedikit jumlahnya. Mempersiapkan strategi, perlengkapan perang, jumlah pasukan maupun persediaan logistik yang tidak sedikit. Oleh karena itu, Rasulullah Saw menggelar gathering atau penggalangan infaq fi sabilillah memenuhi persiapan peperangan. Khutbah digelar, api jihad dikobarkan. Beliau menyemangati para sahabat akan datangnya satu diantara dua kebaikan, menang  serta mendapat kemuliaan atau gugur sebagai syuhada. Para sahabat berlomba-lomba pula memberikan yang terbaik dan terbanyak dalam bentuk harta. Lalu Utsman bin Affan berkata, ‘Aku akan menginfakkan seratus unta lengkap dengan pelana dan pijakan kakinya’. Rasulullah Saw kembali menyemangati pasukan. Utsman pun kembali berkata, ‘Aku akan menginfakkan seratus unta lagi lengkap dengan pelana dan pijakan kakinya’. Lalu Rasullah Saw turun dari mimbar seraya kembali berkata, ‘Aku akan menginfakkan  seratus unta lagi lengkap dengan pelana dan pijakan kakinya’. Perawi berkata, ‘Lalu kulihat Rasulullah memberi isyarat dengan menggerakkan tangannya. Abdushamads mengeluarkan tangannya seperti seorang yang terkejut dan berkata, ‘Utsmans tidak akan menanggung apa-apa lagi setelah ini’.

Keteladanan menakjubkan dari seorang Utsman bin Affan. Akhlak yang terpuji dengan keluhuran budi yang sudah tertempa sedemikian rupa di bawah pengajaran Rasulullah Saw. Tidak hilang harta yang bersedekah. Ia hidup berlimpah di setiap bulirnya. Bagi orang-orang yang yakin. []

Read Full Post »

Ada jenis perkataan, yang seolah bijaksana, sejatinya berbahaya. Ini susah. Seperti benar di awal, ngawur di ujungnya. “Buat apa kita berantem gara-gara beda agama. Semua agama sama, kan dari Tuhan, kita sama-sama hamba Tuhan”. Bak mencampur air susu di bekas penggorengan. Seumpama mengaduk sambal di adonan kue talam, manalah jadi kawan. 😈😈
.
.
“Sinterklas, Orang Cebol dan Kelinci Paskah”, halaman 164, bagian ini menarik perhatian saya. Singkat cerita, pengamatan ini tentang keyakinan yang didapat dan keyakinan yang dipilih. Setiap anak tidak memilih dia lahir dari orang tua macam apa, islam atau nasrani, hindu atau budha. Namun pengalaman dan fakta yang kemudian memancing alam pikir manusia untuk memilih.
.
.
Saya, lahir dari keluarga muslim, secara alami (nature), maka saya beragama Islam. Secara alami pun, setiap orang punya kecenderungan mencari Tuhan-tuhan tempat perlindungan. Mencari eksistensi lebih besar dari dirinya sebagai sesembahan.
.
.
.
Namun, apakah saya percaya surga-neraka, mau sholat, puasa atau nggak, itu hasil pilihan-pilihan saya sebagai orang merdeka. Pilihan yang dibentuk/di-didik (nurture) dari pengalaman-pengalaman saya sendiri. Jelang puber, saya berpikir: kenapa harus sholat? Lima kali sehari, lagi. Kebanyakan. Kenapa nggak seminggu sekali aja. Jadi, mau sholat apa nggak. Mau iman apa nggak, itu pilihan. .
.
Tidak ada seorang pun yang bisa membeli pengalaman orang lain. Seperti tidak bisanya seseorang membeli iman orang lain, maka tidak pula mewarisinya.
.
.
Nggak papa kok kalo beda pendapat. Tapi tak perlu kau bohongi kenyataan ini. Katakanlah, langit itu biru, awan itu putih. Tak usah kau paksakan ia menjadi dunia absurd dalam penyakit kemunafikan. Yang oleh Tuhan sendiri, sudah disiapkan tempatnya di kerak neraka.
.
.
Eh, masih yakin kan neraka itu ada?

 

IMG20170602135347-01 (1)

Read Full Post »

(Hikmah dari Pemboikotan Rasulullah Saw)

 

Kejadian ini berlangsung 3 tahun lamanya, pada bulan Muharram tahun ke-7 kenabian. Rezim panik Bani Quraisy teramat sulit membendung dukungan intelektual dan rekrutmen yang digalang oleh kelompok Rasulullah dan sahabatnya. Dengan tangan kekuasaan yang mereka miliki, penguasa Makkah ini mendokumentasikan kekuatannya di sebuah shahifah (lembaran)  berisi sumpah yang kuat, yang berbunyi : “Bahwa mereka selamanya tidakakan menerima perdamaian dari bani Hasyim dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka, kecuali bila merekas mau menyerahkan beliau Muhammad Sallahu’alaihi Wassalam untuk dibunuh”.

Ib Al-Qayyim berkata, “Ada yang mengatakan bahwa pernyataan itu ditulis oleh Manshur bbin Ikrimah bin Amir bin Hasyim. Ada lagi yang mengatakan bahwa pernyataan itu ditulis oleh Nadhr bin al Harits. Yang benar, penulisnya adalah Baghidh bin Amir bin Hasyim, lalu Rasulullah mendoakan keburukan untuknya dan dia pun mengalami kelumpuhan di tangannya sebagaimana doa beliau. Subahallah! Allahu Akbar!

Shahifah itu digantung di dinding Ka’bah yang menjadi fondasi pemersatu bangsa Arab di masa itu. Dua bani yang terkena delik tersebut tetap melindungi Rasulullah kecuali segelintir orang yang merupakan sepersaudaraan dengan Rasul sendiri, yakni Abu Lahab, maka celakalah tangan Abu Lahab!

Pemboikotan ini sebenarnya tidak mulus ditaati oleh penduduk Makkah, karena sebagian mereka ada yang melakukan dukungan secara sembunyi-sembunyi. Namun, tentu saja penguasa itu bukanlah orang-orang bodoh. Setiap ada saudagar pedagang yang berjualbeli, maka mereka memborongnya. Dan setiap kali bani Abdul Muthalib hendak membeli keperluan hidup, maka mereka menaikkan harga berkali-kali lipat. Strategi penyelamatan jiwa Rasul tetap dilakukan oleh pamannya, Abu Thalib. Setiap kali beliau tidur di ranjangnya, maka secara bergantian dia menyuruh orang lain menggantikan posisi tersebut dalam rangka mengelabui kemungkinan terjadinya usaha pembunuhan.

Tindakan sewenang-wenang ini semakin dirasakan tidak adil oleh khalayak Makkah. Maka berkatalah Hisyam bin Amru dari suku bani Amir bin Lu’ay, yang secara sembunyi-sembunyi menemui Zuhair bin Abi Umayyah al-Makhzumi, “Wahai Zuhair! Apakah engkau tega menikmati makan dan minum, sementara kondisi saudara-saudaramu dari pihak ibu seperti yang engkau ketahui saat ini (kelaparan)?”

“Celaka engkau! Apa yang dapat aku perbuat bila hanya seorang diri? Sungguh demi Allah! Andaikata ada seorang lagi yang mendukungku, niscaya aku robek shahifah perjanjian tersebut”, jawabnya.

“Engkau sudah mendapatkannya!” kata Hisyam

“Siapa dia?” tanya dia

“Aku” kata Hisyam

“Kalau begitu, carikan bagi kita orang ketiga”, jawabnya

Lalu Hisyam pergi menuju kediaman al-Muth’im bin Adiy. Dia menyinggung tali kekerabatan yang ada di antara bani Hasyim dan bani al-Muthalib, dua orang putra Abdi Manaf, dan mencela persetujuannya atas tindakan zalim kaum Quraisy. Kepada orang ketiga ini, terjadi pembicaraan yang semirip. Mereka bersepakat mencari pendukung tambahan guna melaksanakan niatan tersebut. Maka didapatlah penyokong berikutnya, Zuhari bin Abi Umayyah. Dari Zuhair, dirinya mengajak Zam’ah bin al-Aswad bin Al-Muthalib bin Asad.

Di tempat yang disepakati, mereka pun berkumpul.  Zuhair datang mengenakan pakaian kebesaran, mengelilingi Ka’bah tujuh kali, lalu menghadap khalayak seraya berkata: “Wahai penduduk Makkah! Apakah kalian tega bisa menikmati makanan dan mengenakan pakaian, sementara bani Hasyim binasa? Tidak ada yang sudi menjual kepada mereka dan tidak ada yang membeli dari mereka? Demi Allah, aku tidak akan duduk hingga shahifah yang telah memutuskan kekerabatan dan amat zalim ini dirobek!”

Abu Jahal yang berada di pojok masjid menyahut, “Demi Allah, engkau telah berbohong! Jangan lakukan itu!”

Lalu Zam’ah bin Al-Aswad memotongnya, “Demi Allah! Justru engkaulah yang paling pembohong! Kami tidak pernah rela menulisnya ketika ditulis waktu itu!”

Abu al-Bukhturury menimpali, “Benar apa yang dikatakan Zam’ah. Kami tidak pernah rela terhadap apa yang telah ditulis dan tidak pernah menyetujuinya.”

Ditambahkan pula oleh al-Muth’im sebagai orang ketiga di antara mereka, “Mereka berdua ini memang benar dan sungguh orang yang mengatakan selain itulah yang  berbohong. Kami berlepas diri kepada Allah dari shahifah tersebut dan apa yang ditulis di dalamnya.”

Abu Jahal kemudian berkata dengan kesal, “Urusan ini telah diputuskan pada suatu malam dan saat itu telah dimusyawarahkan di tempat selain ini!”

Demikian cekcok berlangsung, mereka semakin bersitegang perihal pemboikotan. Sementara itu, paman Nabi, Abu Thalib, diberitahukan adanya penghancuran shahifah oleh rayap-rayap. Sementara nabi tidak menyaksikan  perseteruan itu, nyatalah itu menjadi wahyu bagi beliau. Sang paman masih tanda tanya atas apa yang dipersaksikan pendengarannya. Dia mengatakan, “Ini untuk membuktikan apakah dia berbohong, sehingga kami akan membiarkan kalian untuk menyelesaikan urusan dengannya. Demikian pula sebaliknya, jika dia benar, maka kalian harus membatalkan pemutusan hubungan kekerabatan dan kezaliman terhadap kami.” Mereka berkata kepadanya, “Kalau begitu, engkau telah berlaku adil.”

Dengan perbincangan alot, Al-Muth’im mengambil tindakan tegas dan berusaha merobek shahifah yang tergantung di Ka’bah. Namun apa yang ia lihat, pengejutkan semua orang. Shahifah itu telah hancur berantakan dimakan rayap, kecuali tulisan, “Bismikallah” yang artinya “dengan nama-Mu, ya Allah” dan tulisan yang ada nama Allah di dalamnya. Allahu Akbar!

Kenyataan itu menggemparkan hati nurani dan mengeluarkan suasana pemboikotan menjadi keamanan bagi Rasulullah Saw dan sahabatnya. Meski demikian, orang kafir itu tidak bergeming menyaksikan wahyu yang membenarkan perkataan Rasul terkait kejadian shahifah yang dimakani rayap-rayap itu. Mereka bersikap seperti apa yang difirmankan Allah Swt, “Dan jika mereka (orang-orang musyrik melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “ini adalah sihir yang terus menerus” (Al-Qamar : 2).

IMG20170511062653.jpg

Pacsa Pemboikotan

Sebenarnya, setelah Rasulullah dan sahabat keluar dari rumah-rumah dan berbaur kembali dengan masyarakat, pencercaan Kafir Quraisy tidaklah berkurang. Mereka tetap mengutuk, dan menyusun konspirasi berikutnya. Sedangkan Abu Thalib di masa itu sudah dalam kondisi tua renta, usianya lebih dari 80 tahun. Hal ini mengusik Abu Jahal yang masih berkerabatan dengan Nabi. Dia khawatir, kalau-kalau nanti Abu Thalib wafat malah berpesan dan berwasiat yang macam-macam kepada keponakannya itu. Maka sebelum itu terjadi, para pemuka kaum dan sanak keluarga itu berkumpul. Sudah ada lobi-lobi politik yang disampaikan kepada Abu Thalib, agar Nabi Saw berlembut-lembut kepada urusan agama dan hegemoni kafir Quraisy di Makkah. Abu Thalib pun meminta pertimbangan Nabi Saw, selaku keponakannya. Lalu Nabi Saw berkata, “Wahai pamanku! Kenapa tidak engkau ajak saja mereka kepada sesuatu yang lebih baik untuk mereka”

Dia pun bertanya, “mengajak kepada apa?”

“Ajak mereka agar mengucapkan satu kalimat yang dapat membuat bangsa Arab dan orang-orang asing tunduk takluk kepada mereka” kata beliau Sallahu Alaihi Wassaalam.

Beliau bersabda, “Kalian ucapkan, laailaha illallah dan kalian cabut sesembahan selain-Nya”

Mendengar kalimat itu tersebut, mereka kebingungan lantas berseru, “Wahai Muhammad, apakah kamu ingin menjadikan ilah-ilah (tuhan-tuhan) yang banyak menjadi satu saja? Sungguh aneh polahmu ini”. Kemudian masing-masing dari mereka kepada yang lainnya, “Demi Allah, sesungguhnya orang ini tidak memberikan yang kalian inginkan. Pergilah dan teruslah dalam agama nenek moyang kalian.” Berkenaan dengan ini pula, turunlah surah Shad ayat 1 sampai 7 yang menggambarkan kesombongan dan kabar kebinasaan yang telah menanti mereka.

 

Hikmah Pemboikotan

Allah Swt tidak segan mengirimkan tentaranya di langit dan bumi guna menolong agamaNya dan membelalaknya mata orang yang selama ini ragu. Rayap-rayap itu telah merendahkan tangan manusia. Dan Allah Swt berkehendak membuka hati orang-orang di luar Rasulullah Swt untuk membuka jalan kebaikan. Tidak lepas, dari usaha beliau terus mendakwahkan Islam baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Di masa tenang maupun susah. Dakwah ini, sesungguhnya apa yang akan menerangi jalan manusia dan memanusiakan mereka. Sehingga, siapapun mereka, dari berbagai kalangan, selayaknya mendukung dan melindungi Rasul. Namun, ada segelintir orang yang memang congkak dan sombong yang telah beku hatinya untuk menerima kebenaran. Mereka itulah yang kelak akan binasa dengan cara terbaik di balik usaha terbaik yang dilakukan partai rasul ini.

Disampaikan pula pada mereka, kalimat ini yakni laailaha illallah muhammad rasulullah, adalah esensi kata dan makna yang akan membuat mereka berkuasa di muka bumi. Kalimat ini menggetarkan manusia dan menyatukan elemen-elemen alam semesta untuk tunduk. Sejarah sendiri yang membuktikan, kini jazirah Arab bahkan hampir seluruh negeri di belahan dunia diwarnai oleh Islam dan kaum muslimin.

Sekuat apapun, konspirasi kaum kafir membendung dakwah, sesungguhnya dakwah ini akan terus bersemayam di hati manusia. Dia membakar jiwa orang yang berkutat tauhid di sanubari. Pemboikan tidak membuat mereka lari, malah kian meneguhkan keimanan Rasul dan orang-orang yang bersamanya. Wallahu’alam.

Read Full Post »

“Assalamualaikum. Pagi Dok! Gimana Chocoblack oreo kemarin say? Semoga melengkapi kebahagiaan kalian. Salam buat Gunawan” , Pesan singkat, dari Wina.

Temanku satu ini, masih sempat-sempatnya. Katanya sibuk. Masih nyempetin recall ke pelanggan-pelanggan. Alasannya, selain ingin memastikan, sekalian dapat endorse kece.

“Enak gilak! Malah udah abis. Eh, pesan cheese strawberry ya. Bakal nyamperin mertua besok” Pesan centang double blue, terbaca.

“Oya, entar aku mention ke socmed deh”. Soft selling tipe testimoni customer termasuk yang paling diminati penjual manapun.  Wina memulai usahanya dari nol. Dari nol follower, nol rupiah, nol pengalaman. Triple zero. Sukses berdagang, sukses membahagiakan orang. Tak peduli pembelinya segelintir atau sejuta orang. Selagi mereka menikmati dan mendapat kebermanfaatan, itulah kesuksesan perniagaan sebenarnya.

“Tengkyu, Dokter Lola”

Typing message….

Dia masih melanjutkan menulis pesan di layar. Bakal panjang nih urusannya.

“Oya, minggu depan ada kajian Ustadz Fikri, datang yuk. Mumpung Ustadznya lagi ada di  Jakarta”

Typing message….

“Ajak suami juga, La. Hijrah sama-sama, lebih berkah”

Wina yang aku kenal hari ini, sosok dengan transformasi dari hari ke hari. Pertama kali mengenalnya, orangnya tomboi, bicara nyablak, pendapatnya spontan. Memang tetap kentara nyablaknya sampai sekarang. Wina tomboi yang rupawan. Sejak tomboi pun manis dan putih halusnya enak dipandanga. Kini kecantikan itu tersembunyi di balik hijab. Menyisakan wajah dan telapak tangan. Bukan perkara hijab, bukan cuma perkara itu. Sesuatu yang lebih nyata, lebih berdaya. Sesuatu yang sulit dilalui. Pelan namun pasti, pilihannya berubah, jalan hidupnya berpindah. Mungkin itu yang disebut hijrah.

Read…

Pesan terbaca. Aku menimbang, entah harus berkata apa. Mau pergi, kok ya segan. Mau nolak, ya malah lebih segan. Bukan main, kalau aku menolak, ini akan jadi penolakan ke belasan kalinya. Ada perasaan asing yang menghinggapi. Terbayang suasana di pengajian dengan orang-orang baru, pikiran-pikiran baru, yang asing, yang bukan kebiasaanku.

Typing message…

Aku meramu sebuah kalimat. Alasan-alasan jitu. Sekiranya masuk akal. Semacam : “Oke, lihat nanti ya”. Atau “Ada janji lain nih”, “Kerjaan lagi numpuk”, bisa juga semisal “Wah, jilbab udah kekecilan, bingung pake kostum apa”. Celaka, semua alasan itu sudah expired, alias sudah pernah dipakai. Urusan pengajian aja pakai acara bo’ong. Kok  berasa kurang kerjaan amat ya. Layar si ponsel pintar kedap kedip. Padam perlahan. Membiarkan pesan itu terbaca, tidak berbalas. Pikiranku menembus pilihan-pilihan. Nalar saling bertabrakan, serupa atom-atom lembam.

Read Full Post »

Racikan vanila, coklat dan caramel yang akrab di depan mata. Kemeja flannel sewarna navy, celanan belel dan rambut yang baru saja tercukur rapi. Bagaimana aku lupa kemeja flannel yang dipakai setahun lalu itu. Dan itu, sepatu boots pemberianku di hari ulang tahunnya yang ke dua puluh delapan. Hadiah yang sepertinya sasaran. Bagus, nge-hits dan mahal. Apa mau dikata, yang berpunya ternyata tak suka modelnya. Alhasil lebih sering jadi benda pajangan. Mas Gun hadir ke hadapanmu, terkejab mulutnya menganga.

“Hallo….”,senyum terkembang. Darahku mengalir, seolah baru saja jatuh cinta.

“Ya ampun…” Aku menarik tangannya, buru-buru menutup pintu.

“Sorry tadi nggak sempat balas  whatsapp, buru-buru aja kesini”. Senjata makan tuan.  Cake Vanilla yang seharusnya mengejutkannya, berbalas mengejutkanku. Sama sekali belum tersentuh.

“Aku kira siapa,Mas. Hampir saja…..”

Mas Gun menatap sekeliling ruangan, merasa asing walau bersamaku. Dia memang jarang datang kesini secara khusus. Apalagi jika harus melebur ke tengah teman-temanku yang tak dikenalnya satu persatu.

“Nyantai aja Mas. Cuma kita berdua kok”,. Ruangan poliklinik terhubung pintu-pintu coklat tegas. Di bagian ujungnya sengaja dibuatkan kamar tidur khusus untuk dokter yang bertugas jaga malam. Jika sedang tak ada kegawatdaruratan, di kamar itulah aku bersantai. Masih dirinya tersenyum. Lekat kami bersitatap. Di ujung bibir sudah terangkum kalimat-kalimat yang enak didengar. Tak satu pun kata keluar. Hanya kelakuan badan dengan kesibukan yang dibuat-buat. Aku mengagumi caranya mencintai. Betapa diriku, selalu kalah dalam hal ini. Ketika kau bertemu seseorang setiap hari, kau terlalu menghafal gerak-geriknya, secara alami kau kehilangan keterhebatan. Euforia itu perlahan menjadi biasa. Tidak kentara, tidak istimewa. Kau cuma tahu betapa berharganya ia tatkala rindu menghinggapi. Barangkali rindu bukanlah momen yang bisa dibeli. Rindu itu seperti cinta. Cinta itu semirip mantra bahagia. Selama kau bisa menghargai hal-hal kecil, disana ada kebahagiaan.

“Maafin aku….” Apa yang dipunyai seorang istri selain permohonan ini. Hangat tangannya menyentuh lenganku. Mencengkram namun lembut. Rambutnya jatuh ke dahi seperti perempuan. Tatapnya hitam, menyimpan misteri. Menelan keingintahuan, membiarkan alam pikirku berdelusi. Membiarkan malam ini larut dalam kasmaran. Aku bahagia, merasakan jatuh cinta lagi.

Read Full Post »

Kejadian  pagi tadi….

 

Aku berusaha mengistimewakan hari ini dengan berbagai cara. Bangun pagi dengan mengecup pipinya. Ya aku tentu jadi lebih istimewa mengingat itu bukanlah kebiasaanku. Kulihat dia mengerling genit dan menampakkan lesung pipi, betapa dia memang tampan. Selebihnya kami bangun seperti biasa. Mandi, sholat subuh dan menyalakan televisi. Dia tak mengucapkan apapun, aku pun tidak, atau.. belum.

Plok! Dia menepuk jidat, mengingat dan berjingkat.

“Ada rapat pagi ini”

Hari ini bertepatan hari selasa. Meskipun ada istilah “I hate Monday”, tanpa sadar hari senin membuat lebih siap siaga menghadapinya. Tapi coba hari selanjutnya. Selasa, rabu, kamis, kecuali mungkin hari jumat, beberapa janji dan tugas terlupakan. Mas Gun tergesa, bahkan tak sempat sarapan. Aku yang memang masih asik mengunyah di meja makan tak sempat mengantarnya ke halaman, melambaikan tangan untuk suami tersayang. Kudengar mobil berderu menyala. Pintu garasi menyeret dibuka. Aku merapikan piring-piring kotor, berharap masih tersisa sekian menit untuk dadah-dadah dari kejauhan. Hap! Tiba-tiba, kepala Mas Gun menyembul dari pintu garasi. Sudah keduluanan rupanya. Aku tersenyum.

“Hari ini kena shift jaga?”

“Iya”

“Jam berapa?” Mas Gun bertanya tergesa

“Sore…. Sampai besok pagi” Aku mencoba tersenyum

Namun wajahnya berpendar kecewa. Berarti sedikit sekali hari ini kami bertemu, hampir tak ada. Senyumku memudar. Terbang seiring bayangnya  yang beranjak pergi.

 

 

****

“Dok, tanda tangan disini ya”. Bu Ayu, pegawai bagian administrasi memberiku setumpuk lembaran untuk diisi, diperiksa, dan membubuhkan lembaran persetujuan. Profesi sebagai seorang dokter tak semudah yang digambarkan orang. Undang-undang etika  yang  mengikat, pasien yang kian kritis, profesi ini bisa bikin stress diri sendiri. Rekam medis pasien tak bisa asal isi, kalau tak mau ada masalah di belakang hari. Belum proses klaim asuransi yang juga menuntut profesionalitas tingkat tinggi. Kalau tak sabar-sabar, mungkin banyak dokter yang memilih bunuh diri.

“Kenapa sih Dok melamun terus. Pasien sepi ya, jadi baper”. Hatiku geli. Wanita yang hampir setua ibuku ini meladeniku genit. Aku tak menyangka, dengan usianya dia bisa-bisanya menggodaku “baper”, kosa kata anak muda. Aku hanya terpingkal sejenak dan melanjutkan tanda tangan sana, tanda tangan sini, bagian-bagian yang sudah ditandai.

Masalah hidup tak pandang profesi. Tak juga dihampar berdasar usia. Saat masih kecil, kita melihat kurva pertumbuhan manusia berdasarkan index dan waktu. Masa menjadi penentu. Namun tidak dengan kematangan seseorang. Pada akhirnya, sejalan dengan firman Tuhan, beban ialah apa yang disanggupi oleh pundak masing-masing. Untunglah Dia maha adil. Jika keadailan ini tidak kuresapi, sering kusesali, kenapa aku begini.

“Udah semua ya Bu”, Kataku sembari merapikan lembaran-lembaran medis.

“Okey Dok, semoga cepat cair ya”, Lagi-lagi dia mengerling genit. Bayangan tentang bahwa aku bertangan dingin yang berkorelasi dengan pundi-pundi materi tak terlintas di benakku detik ini. Benar, pasien hari ini tergolong sepi. Baru dua tiga orang yang ditangani, itu pun medical check up bulanan. Seputar pasien sakit gula yang kadarnya tak turun-turun, atau pasien radang paru yang tak jera berhenti merokok.

“Pak hentikan dulu rokoknya, ya”

“Iya kok, udah nggak lagi” Jawabnya singkat dengan senyum aneh.

Detik itu juga, tercium aroma tembakau dari mulutnya. Dan, aha…. Nah ini. Abu rokok tertangkap basah di celana hitam si perokok itu. Yang sepintas seperti ketombe gatal paling ganas sedunia. Aku tentu tak perlu menggeledah isi kantong celananya untuk membuktikan. Biarlah. Sehat untuk sehatnya sendiri. Sakit tetaplah bagianku, dan memang untuk itu para dokter ada.

Lengang. Aku membiarkan sedikit kaca jendela terbuka dari bilik kecil ini. Mencari keriuhan, menemaniku menghabiskan waktu. Wajah pasien yang sibuk, menunggu menahan duka. Para perawat mondar mandir berseragam putih biru. Kesibukan yang tak mampu menghalau gundah di hatiku. Aku memandangi tanda centang dua berwarna biru di layar  chat Whatsapp. Baru dibaca doang.

Mas, pengen pulang rasanya. Pengen peluk kamu. Happy Anniversary ya.

Note : Ada sesuatu di kulkas. Spesial deh pokoknya

I miss you

Kata orang, refleksi hari jadi. Tak ada yang terlalu baik, tak tertimpa sesuatu yang teramat buruk, setahun pernikahan ini. Karir yang mandiri, rumah yang tersedia, suami tampan, istri molek, aku berkata ‘I love you’, dijawabnya ‘aku padamu, sayang’. Hari berlalu, musim berganti, dua orang menyatu menjadi satu. Gunawan Putra, terlalu muluskah perjalanan kita. Sampai-sampai terlintas di benak, apa cuma segini aja makna cinta. Terlalu mulus. Bahkan tak pernah keluar keluh dari mulutmu, kita belum ada tanda hendak berketurunan. Kau selalu berkata, “Manusia membaca tanda dan peristiwa, mengetahui cara, berbicara teori, berikhtiar ke ujung bumi. Sekuat tenaga menemukan kunci. Tapi segel itu bukan manusia yang punya. Tuhan hanya belum berkehendak, hanya itu”.

Tok tok…

Fragmen lamunan sendu terbuyarkan. Dua kali pintu diketuk, tanpa suara. Ahh malasnya terima  tamu. Terlihat gagang pintu berusaha susah payah dibuka. Kurang ajar, tamu tidak sopan. Datang nggak pake salam, sudah berani mau buka pintu kamar orang.

“Sebentarrrr….” Aku berteriak edan.

Tok tok…

Lagi, bunyi pintu diketuk. Siapa sih! Dengan tangan kanan terkepal, pintu kayu kecoklatan tersingkap hebat. Apakah aku bermimpi? Ataukah ini halusinasi tingkat tinggi.

Read Full Post »

Older Posts »

Febrianti Almeera

"Never Ending Learn to be a Great Muslimah"

SEKOLAH MOTIVASI

Jalan menuju "Pengembangan diri"

The Work of Wiryanto Dewobroto

. . . sebab dari buahnya, pohon itu dikenal.

Saatnya Bercerita

Jangan pernah menulis sesuatu yang kelak akan membuatmu menyesal

J'étais Parisienne

moved to : https://jetaisparisienne.com

Nurbaiti-Hikaru's Blog

Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti

fattahrumfot.writings

Tinta-Tinta Gagasan

Life Journey

growing into the person I am here today

bocahbancar.wordpress.com/

A Social Worker, A Great Dreamer

melquiadescaravan

Climbing up the mountain of books and Reading a book while climbing the mountains

Journey of Sinta Yudisia

Writing is Healing. I am a Writer & Psychologist.

Jiwa yang Pergi

Catatan hati dan pikiran setelah anakku mengakhiri hidupnya

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Kajian Timur Tengah

dan Studi Hubungan Internasional

Life Fire

Man Jadda Wajada | Dreams will be achieved when we truly believe in our heart ˆ⌣ˆ

Febrianti Almeera

"Never Ending Learn to be a Great Muslimah"

SEKOLAH MOTIVASI

Jalan menuju "Pengembangan diri"

The Work of Wiryanto Dewobroto

. . . sebab dari buahnya, pohon itu dikenal.

Saatnya Bercerita

Jangan pernah menulis sesuatu yang kelak akan membuatmu menyesal

J'étais Parisienne

moved to : https://jetaisparisienne.com

Nurbaiti-Hikaru's Blog

Hidup hanya sekali, hiduplah yang berarti

fattahrumfot.writings

Tinta-Tinta Gagasan

Life Journey

growing into the person I am here today

bocahbancar.wordpress.com/

A Social Worker, A Great Dreamer

melquiadescaravan

Climbing up the mountain of books and Reading a book while climbing the mountains

Journey of Sinta Yudisia

Writing is Healing. I am a Writer & Psychologist.

Jiwa yang Pergi

Catatan hati dan pikiran setelah anakku mengakhiri hidupnya

What an Amazing World!

Seeing, feeling and exploring places and cultures of the world

Kajian Timur Tengah

dan Studi Hubungan Internasional

Life Fire

Man Jadda Wajada | Dreams will be achieved when we truly believe in our heart ˆ⌣ˆ