“Kakak ngga di dalam saja?” tegurSiahaan, si kernet. Aku paham, iahormat sekaligus khawatir mengingat aku hanyalah perempuan muda yang lebih amanjika duduk manis di bangku penumpang. Kursinya banyak yang kosong. Namun beradadi atap bus dengan sapuan angin, tetap diminati terutama kaum muda. Aku masihmuda kan?, pikirku.
“Disini ajalah, Bang”, jawabku menutuppercakapan.
Jalan menanjakyang berbukit, jurang yang curam, lunas terbayar tatkala hamparan hijau beningterbentang di hadapan. Danau Toba dengan sekelumit mitos sang pengembara,menjadi cerita berulang-ulang bagi para pemandu. Jika aku bertindak konyoldengan menceburkan diriku di tengah danau, aku rasa tak akan banyak orang yangtahu, mengingat luasnya danau ini. Berbanggalah Opung Toba, selaku keturunanleluhur pemilik danau terbesar diNusantara. Panjang 100 kilometer, denganlebar 30 meter, sungguh angka yang fantastis bagi misi pelarian diri.
Puas bermainair di pinggiran danau, perjalanan kami lanjutkan menuju Samosir. Pulau inimengingatkanku pada salah seorang teman berwajahserius dan purba, barangkali tersebab kecintaannya pada etnis dan artefak,situs kuno dan warisan budaya. Samosir mudah dijangkau oleh kapal ferri dari Parapat. DiTomok juga terdapat Makam Raja Sidabutar, yang usianya sudah 500 tahun. Jugaterdapat Patung Sigale-Gale yang bisa menari.
“Kemana lagi kita, Bang?”, Aku tak begitu lama di perkampunganSamosir, selain lihat-lihat dan sedikit belanja rajutan ulos Batak yang kononmendunia itu.
“Sudah pernah ke Air Terjun Efrata?”,Aku pernah mendengar katanya ada air terjun yang eksotisnya bukan main dekatsini. Ternyata bukan desas desus melainkan kenyataan.
“Belum”, aku dan rombongan segerakesana. Air terjun tersebut berada di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian. Berjarak 20 kilometer lebih daripusat kota Kabupaten Samosir. Wahai petualang, jangan sampai tidak singgahkemari ya. Dibandingkan pesisir Danau Toba dan Tomok, disini tak terlalu ramai,anggap saja punya sendiri.
Ketikakami sampai di sebuah papan bertuliskan ‘Objek Wisata Sampuran Efrata’, kamiyakin lokasinya takkan jauh lagi. Jalan melelahkan berkelok akan segera menemuipemberhentiannya, kira-kira 6 kilometer darisana. Kala itu hari masih siang,jika sudah gelap, mendirikan tenda di dekat alam sekitar sungguhlah enaknya.Jangan khawatir, di sekitar air terjun banyak rumah warga kok. Biaya masuknya dijamin murah meriah, mantaplah!
Air terjun ituterasa dingin, deras mengalir, asyik untuk foto-foto. Lokasi yang berbatu danberkelok, akan jadi memoar tersendiri buat para petualang. Memang, kurangnyainfrastruktur dari pemerintah, jadi tantangan tersendiri bagi pegiatpariwasata. Sayang sekali, pesona sebagus ini terkubur karena kurangnyaperawatan. Selama ini kendalanya memang disitu ya. Padahal, objek wisataIndonesia tidak kalah indah dengan yang ada di luar negeri. Pelancong, pastinyabutuh penginapan nyaman, akses yang mumpuni, dan kemudahan aspek lainnya, takusah ditanya lagi. Well… Pokoknya, perjalanan ke Samosir takkan lengkap kalaubelum ke air terjun ini.
Keesokan harinya….
“Bang, aku lapar la. Dimana ya kita makan”.Sejak tadi perutku hanya diisi dengan semangkuk kecil mie instan seduh, malah ini sudah yang kedua kali. Dasar perutpribumi, belum lengkap rasanya kalau belum makan nasi. Destinasi berikutnya,kami bergerak mundur, menuju Menara Pandang Tele. Jadi, sembari menuju kesana,kami cari-cari makanan enak. Sebagai muslim yang punya rambu halal-haram, kamimemang harus selektif tanpa terkesan berlagak. Akhirnya, jalan desa parbuluanyang terkenal berlubang, mengocok perut ini juga.
“Eh, itu aja…”, mobil kami menepi didepan warung kecil sederhana. Bermodal bacaan“bismillah” dan hiasaan dinding bertuliskan “ayat seribu dinar”, kami mengisi perut keroncongan disana. Pemilikwarung itu orang melayu, oh sampai jugaekspansinya kesini, pikirku. Ah, kenyang perutku. Mungkin ini yang disebut ‘sengsara membawa nikmat’.
Menara PandangTele favorit kedua setelah Danau Toba dan Tomok. Bagiku penyuka panorama, beradadisini jadi yang terbaik. Aku bisamelihat teduh alam Samosir dan sekitarnya dari ketinggian. Gunung Pusuk BuhitSamosir begitu garang ketika aku menapak kaki di lantai tiga tempat ini. Jeprat jepreettt, tak habis-habisnya akuberfoto.
“Ayoklah, pulang”, Si Abang menegurku.Sebenarnya belum puas, tapi waktu telah menipu lamunanku tentang segala karuniayang ada disini. Begitu terasa sebentar, padahal masih banyak tempat yang belumaku kunjungi. Masih di sekitar sini juga loh! Salah satunya, Wisata Sopo GuruTatea Bulan di Samosir, destinasi yang menyingkap Si Raja Batak. Ada jugaWisata Batu Hobon, yang masih terimajinasi tempatnya. Pada akhirnya, segala hal ini tinggaldisyukuri, tak luput dari kebanggaan. Suatu hari, aku ingin kembali kesini,bercengkrama dalam diam dan kekaguman pada ciptaanMu, Ya Tuhan. [Alga Biru]
*) kernet =kondektur
Jurnal ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Jurnal Perjalanan dari Tiket.com dan nulisbuku.com#MenikmatiHidup #TiketBaliGratis