Abstraksi
Jika boleh diibaratkan sebagai minuman, kumpulan esai dalam Buried Alive ini adalah minuman ringan, ibarat coke atau segelas teh hangat yang disajikan menggunakan sepotong lemon di sore hari.
Buried Alive memang bukanlah kumpulan esai-esai kompleks, seperti yang acapkali penulis buat di dalam minimagz Openmind. Akan tetapi, hal itu tidak memberi arti bahwa penulis meninggalkan ciri khas dalam membuat perumpamaan orisinil yang kuat.
Kita bisa melihat hal itu di dalam tulisan Bunuh Diri. Penulis mengatakan bahwa “… ideologi hampir mirip dengan Tuhan: selalu ingin meng-esakan dirinya. Idelogi media kapitalis sekularistik ataupun yang komunis atau sosialisme libertarian seperti itu juga: tidak mau diduakan, tidak mau dipoligami.” Atau di dalam tulisan berjudul War Lord penulis mengungkap kekhasan tulisannya yakni ‘menyulut api,’ memprovokasi “… kekerasan yang sangat relevan dijalankan dalam skup lokal ialah melakukan ancaman-ancaman terhadap berandalan kerah putih, organisasi mafia nasional, melakukan penyerangan terhadap kartel narkotik dan menyerbu pabrik minuman keras, mengancam media masa dan jika perlu meledakkan menara pemancar, merusak kamera-kamera production house.”
Karenanya, Buried Alive ini bukan semata tulisan ringan sekali tenggak yang tak memiliki kelebihan. Dibalik sifat ringannya Buried Alive memuat metafora yang kaya, perenungan dari mulai sandal swallow, Rumi, Nietzche, Al Qaida, M.O.G.S.A.W hingga memuat hasrat, kesedihan, penyesalan, kecintaan yang pasti dekat dengan keseharian kita.
Penerbit Lini Badai Otak. Ukuran Buku 13×20 cm. Konon, Harganya 39ribu perak!
Rahim_Imajinasi 